Being Emotional


"Woman is very much an emotional creature."

Itu kata buku ilmiah yang gue baca pas kelas sepuluh, disuruh Pak Edi--Guru Bahasa Indonesia. Dan gue setuju sama kalimat itu sejak pertama kali baca, karena dilihat dari tingkah laku men-women pada umumnya aja udah keliatan, yang mana yang lebih cenderung make kepala keteimbang hati dan sebaliknya.

Mengalami ledakan-ledakan emosi, kadang rasanya kayak being completely a teenager. Freak tapi ya iya bener, karena pada saat-saat emosi gue terlalu stabil bukan nggak pernah gue ingin sesuatu untuk metrigger ledakan ringan, but mostly in good ways sih -___-

(taken from here)

Gue adalah orang yang sangat memakai emosi. Emosi gue terlalu beragam, dan gue adalah too much of an idealist dalam memandang bagaimana seharusnya bersikap dengan memakai ataupun menghadapi emosi. Dan secara tidak sadar mungkin gue sudah berasumsi bahwa semua orang juga memakai cara pandang itu, which i have just realised lately, is totally a no.

Tapi gue nggak bisa tegas soal emosi, karena dalam menyampaikannya saja mengalami masalah; gagap, salting, bingung, yang akhirnya berujung pada ketidaksempurnaan, hilangnya satu atau dua atau malah banyak makna dari emosi itu sendiri dan kemudian membuat diri sendiri merasa menyesal. Saying, "Aaah I shouldn't have said anything about this," karena lagi-lagi gagal, tapi begitupun tetap selalu mencoba untuk sharing tiap terjadi konversi drastis terhadap emosi.

Sampe sekarang juga gue heran kenapa susah banget bagi gue untuk mengekspresikan emosi, yang padahal gue tahu kepada siapa gue mencoba mengekspresikannya--orang-orang yang gue tahu pasti akan mendengar.

Mungkin gue takut.
Takut nggak atau salah dimengerti,
Takut pedapat orang lain,
Takut salah dalam beremosi--weird, I know.

Yang kontradiktif dari semua ini, gue mudah melupakan emosi. Mudah diubah mood-nya, mudah diubah pikirannya tentang apa yang wajar ditanggapi dengan emosi mana yang tidak, mudah dibuat merasa bersalah karena beremosi.

Strees gue bisa hilang dengan tindakan yang superduper simpel dan gampang, asal itu tindakan yang benar dari orang yang benar. Dan geram gue juga bisa muncul dengan mudah hanya dengan satu tindakan kecil, kalau menurut sudut pandang idealis gue itu wajar untuk digerami.

Tapi stress dan geram itu lalu mudah juga untuk dikonversi lagi, karena keidealisan gue nggak pernah bersifat atau bernilai mutlak, terlalu banyak cabang dari kemungkinan aksi manusia berkat ke-kompleks-an cara berpikir dan merasa mereka dan nggak jarang cabang satu dengan yang lain hanya memiliki sedikit perbedaan saat efek yang diberikan bisa jadi cukup besar perbedaannya. Tricky, quite tricky.

......Emosi.
Pernah kebayang, gimana hidup tanpa emosi?

0 Writebacks: